Kebijakan Manajemen Risiko

Dalam menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan penghimpunan dana, pemberian pinjaman maupun penyediaan jasa perbankan lainnya, Bank tidak terlepas dari berbagai risiko. Pelaksanaan kegiatan usaha tersebut dapat mengakibatkan timbulnya dampak negatif bagi kelangsungan usaha Bank bila tidak dikelola dengan baik.

Manajemen risiko mendapat perhatian khusus dari Bank sebagai upaya mengimbangi semakin kompleksnya produk dan aktivitas yang dihadapi. Dalam mencapai tujuan tersebut maka Bank telah memiliki Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko yang bertugas menetapkan kebijakan termasuk strategi manajemen risiko dan perencanaan dalam keadaan darurat (contingency plan) untuk menghadapi risiko yang timbul serta memperbaiki dan menyempurnakan penerapan manajemen risiko.

Penerapan manajemen risiko dilaksanakan melalui pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit manajemen risiko, kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko, serta penerapan sistem informasi manajemen risiko dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

  1. Risiko Kredit
    Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya yang timbul dari aktivitas fungsional Bank seperti perkreditan, treasury, investasi dan pembiayaan perdagangan (trade finance).

    Risiko kredit diukur melalui probabilitas terjadinya default pada masa mendatang.. Perhitungan probability default tersebut selanjutnya akan dijadikan dasar untuk perhitungan cadangan kerugian penurunan nilai modal (capital at risk), pricing, alokasi modal, dan manajemen portofolio.

    Manajemen risiko kredit menitikberatkan pada pengelolaan kualitas aktiva yang baik, seleksi debitur dengan mengacu pada ketentuan Risk Acceptance Criteria (RAC), kemudian melakukan pemantauan dan pemeriksaan yang ketat, berskala dan terus menerus pada kredit yang telah disalurkan, memberikan saran-saran perbaikan, sehingga kerugian yang mungkin terjadi dapat diminimalkan; four eyes principles sebagai salah satu pengendalian risiko kredit pada proses pemberian kredit telah dilaksanakan unit-unit kerja; dan Early Warning System (EWS) sebagai salah satu alat pemantauan (monitoring) dengan cara mendeteksi secara dini debitur yang berpotensi default. Sistem tersebut dapat mendukung proses pemantauan pinjaman secara menyeluruh, mengidentifikasi tindakan perbaikan, dan menyempurnakan tindak lanjut secara efektif. Pemberian kredit juga tidak mengabaikan konsep Hubungan Total Debitur (one obligor concept), pemantauan terhadap Konsentrasi Kredit, pemenuhan terhadap Ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (“BMPK”), serta penentuan Limit Kewenangan dalam proses pemutusan kredit yang dilakukan secara berjenjang.

    Eksposur Maksimum Risiko Kredit
    Untuk aset keuangan yang diakui di laporan posisi keuangan, eksposur maksimum terhadap risiko kredit sama dengan nilai tercatatnya. Untuk fasilitas kredit yang belum digunakan dan bank garansi yang diterbitkan, eksposur maksimum terhadap risiko kredit adalah nilai yang harus dibayarkan oleh Bank jika kewajiban atas fasilitas kredit yang belum digunakan dan bank garansi yang diterbitkan terjadi.

    Bank menetapkan jenis dan nilai agunan yang dijaminkan sesuai skema kredit. Jenis dari agunan terdiri dari:
    1. Agunan Utama yaitu terdiri dari:
      1. Agunan Tunai antara lain terdiri dari deposito, tabungan, giro, setoran agunan tunai (margin deposit) dan sejenisnya yang diterbitkan dan disimpan oleh Bank.
      2. Agunan utama non tunai adalah sebagai berikut:
        • Tanah dan bangunan (termasuk apartemen) yang terletak di daerah yang marketable dan berkembang.
        • Tanah Kosong yang marketable dan berkembang.
        • Kendaraan bermotor dengan umur kendaraan maksimum 3 (tiga) tahun pada saat pengajuan kredit.
        • Mesin-mesin produksi, Alat berat (heavy equipment) yang dapat didaftarkan secara fidusia.
        • Kapal laut (min 20 M3) yang dapat dipasang Hipotik.
        • Disamping agunan utama yang dapat diterima Bank, terdapat juga agunan tambahan (secondary collateral) di dalam proses pemberian kredit, namun tidak diperhitungkan di dalam menghitung coverage ratio.
  1. Risiko Likuiditas

    Risiko likuiditas adalah risiko dimana Bank tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada nasabah maupun counterparty sesuai waktu yang dijanjikan. Pengukuran risiko likuiditas dilakukan dengan meneliti seluruh arus kas masuk dan arus kas keluar dari Bank, kemudian mengidentifikasi segala kemungkinan kekurangan dana di masa depan termasuk kebutuhan komitmen dan kontinjensi.

    Pengelolaan likuiditas aset dan liabilitas meliputi pemeliharaan likuiditas pada tingkat yang optimal untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo di setiap saat, serta pengelolaan risiko tingkat suku bunga yang timbul dari setiap transaksi yang tercantum pada laporan posisi keuangan maupun rekening administrasi.

    Ketidaksesuaian antara jangka waktu penghimpunan dana dari pihak ketiga yang pada umumnya lebih pendek dari jangka waktu penyaluran kredit yang diberikan, akan menyebabkan masalah likuiditas yang mempengaruhi kemampuan Bank dalam memenuhi kewajibannya kepada para nasabah. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kelangsungan usaha Bank.

    Pengelolaan likuiditas Bank ditekankan pada penyesuaian arus dana masuk dan keluar. Kesenjangan arus dana diantisipasi melalui pemeliharaan aset produktif yang likuid dan memadai sejalan dengan perkiraan arus kas serta struktur kewajiban yang ada. Pemeliharaan aset produktif yang likuid terdiri dari pemeliharaan cadangan wajib (reserve requirement) seperti yang ditetapkan oleh Bank Indonesia serta pemeliharaan efek-efek berjangka pendek yang sangat likuid seperti Sertifikat Bank Indonesia. Bank juga memelihara cadangan aset produktif yang likuid lainnya, terdiri dari penempatan dana jangka pendek di bank lain serta efek-efek berjangka panjang yang likuid seperti obligasi Pemerintah. Pengelolaan likuiditas juga dilakukan melalui pengelolaan struktur sumber dana dengan menerapkan batasan-batasan konsentrasi deposan dan berusaha mengurangi ketergantungannya pada dana mahal seperti deposito dan menggantinya dengan sumber dana murah seperti giro dan tabungan. Selain itu, Bank senantiasa memelihara kemampuan melakukan akses ke pasar uang, dengan selalu memelihara hubungan dengan bank-bank koresponden. Bank secara berkala meninjau seluruh keadaan di atas sekaligus mengambil tindakan guna menganeka-ragamkan cara pendanaan.

    Analisa likuiditas adalah untuk mengukur beda kumulatif antara arus kas masuka dengan arus kas keluar. Risiko likuiditas timbul apabila jatuh tempo aset berbeda secara signifikan dengan jatuh tempo kewajiban

    Seiring dengan ketatnya persaingan dalam penghimpunan dana pihak ketiga, maka akan mempengaruhi tingkat suku bunga simpanan yang diberikan khususnya deposito, maka Bank telah melakukan kajian yang memadai atas pemberian tingkat suku bunga pada beberapa nasabah yang melebihi tingkat suku bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Langkah mitigasi risiko atas kemampuan likuiditas Bank dalam memenuhi kewajiban atas simpanan yang tidak termasuk dalam skema penjaminan LPS tersebut dilakukan dengan cara mengelola cadangan sekunder (secondary reserve) yang memadai disamping struktur permodalan Bank yang masih cukup kuat. Mekanisme pengaturan kebijakan pengelolaan tersebut dilakukan secara berkala dalam rapat Komite Aset dan Liabilitas untuk memonitor dan menentukan langkah-langkah antisipatif yang perlu dilakukan dalam meminimalisir risiko yang mungkin timbul.

    Tabel jatuh tempo berikut ini menyajikan informasi mengenai perkiraan jatuh tempo dari aset dan liabilitas sesuai kontrak menjadi arus kas masuk atau keluar.

  2. Risiko Pasar

    Risiko pasar merupakan risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki oleh Bank yang dapat merugikan Bank (Adverse movement).

    Pengukuran risiko pasar dilakukan melalui pendekatan analisis sensitivitas tingkat bunga untuk risiko suku bunga dan risiko Surat Berharga (Bonds). Risiko pasar dikendalikan dengan penerapan limit, khususnya transaksi trading limit. Limit-limit tersebut antara lain adalah sensitivity limit, dan position limit.

  3. Risiko Suku Bunga

    Risiko tingkat bunga adalah risiko kemungkinan turunnya pendapatan bunga bersih dan nilai pasar portofolio aset akibat perubahan tingkat bunga di pasar uang. Oleh karena aset dan liabilitas seperti giro pada bank lain, investasi dalam bentuk efek-efek, pinjaman, giro, tabungan, deposito dan sertifikat deposito, pinjaman yang diterima dan liabilitas-liabilitas pasar uang lainnya memiliki berbagai tingkat bunga dan jangka waktu, perubahan-perubahan pada tingkat bunga dapat mengakibatkan kenaikan atau penurunan pendapatan bunga bersih.

    Sepanjang periode sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2015 dan tahun yang berakhir pada 31 Desember 2014, Bank telah menyediakan alat likuid yang cukup untuk mengantisipasi liabilitas jangka pendek, arus kas bersih dapat diatur dengan baik, cukup baik dan cukup mudah untuk memperoleh akses sumber dana pasar uang.

    Dalam menghadapi kemungkinan adanya ketidakseimbangan aset dan liabilitas, manajemen Bank, melalui mekanisne rapat ALCO bulanan, selalu melakukan review beberapa hal yang sifatnya sangat strategis, antara lain:
    1. Pengelolaan pendanaan (funding) yang memiliki jatuh tempo tidak seimbang
    2. Ketepatan pengelolaan aset dan liabilitas yang memiliki sensitivitas terhadap perubahan suku bunga
    3. Analisis dana pihak ketiga yang menggambarkan trend berbagai produk dana pihak ketiga yang berada pada wilayah diseluruh Indonesia
    4. Penempatan dana pada portofolio efek-efek
    5. Laporan perkembangan kredit yang ada dan yang baru
    6. Strategi penetapan harga seusai dengan kondisi pasar saat ini
    7. Perbandingan target dengan realisasi dana pihak ketiga
  4. Risiko Mata Uang

    Bank memiliki eksposur risiko mata uang akibat adanya transaksi dalam valuta asing. Pengelolaan posisi valuta asing Bank dapat dikelompokkan dalam dua aktivitas yaitu trading book, yang dikelola untuk menghasilkan laba selisih kurs, dan banking book, yang dikelola untuk mengendalikan Posisi Devisa Neto (“PDN”) Bank secara keseluruhan.

  5. Risiko Operasional

    Risiko operasional adalah risiko yang disebabkan ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.

    Kebijakan dan prosedur yang terkait dengan pengelolaan risiko operasional senantiasa dibuat, dikaji ulang dan disempurnakan untuk memastikan kecukupan mekanisme kontrol pada semua kebijakan dan prosedur. Bank secara aktif melakukan pelatihan dan sosialisasi untuk membangun risk awareness dan meningkatkan kualitas kontrol dalam rangka mitigasi risiko operasional.

    Penyusunan Laporan Profil Risiko Operasional dan risiko lainnya dilaksanakan secara triwulanan berdasarkan parameter dan indikator risiko yang baru, sesuai ketentuan Bank Indonesia sehingga diperoleh gambaran mengenai tingkat potensi risiko bagi Bank secara keseluruhan.

    Bank juga telah menghitung kecukupan modal untuk risiko operasional sesuai dengan PBI No. 10/15/PBI/2008 tanggal 24 September 2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dan SE-BI No. 11/3/DPNP tanggal 27 Januari 2009 tentang Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (“ATMR”) untuk Risiko Operasional dengan Menggunakan Pendekatan Indikator Dasar (“PID”). Perhitungan beban modal risiko operasional Bank adalah menggunakan metode PID.

  6. Risiko Hukum

    Risiko hukum adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis, yang antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung, atau kelemahan perikatan.

    Berkaitan dengan risiko hukum, Bank telah memiliki Divisi Legal yang bertugas memantau atau mengurangi risiko hukum yang mungkin timbul melalui pengadministrasian dokumentasi hukum yang tertib dan memadai. Pengelolaan risiko hukum juga ditanamkan pada seluruh jajaran organisasi melalui penerapan kode etik kepada seluruh karyawan.

    Bank juga selalu memperhatikan kelengkapan dan keabsahan dokumentasi yang berkaitan dengan hukum serta memperhatikan peraturan/ketentuan yang berlaku khususnya ketentuan perbankan.

  7. Risiko Stratejik

    Risiko stratejik adalah risiko yang disebabkan oleh adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.

    Risiko stratejik yang dikelola oleh Bank antara lain dengan cara membuat Rencana Bisnis Bank (RBB) dengan jangka waktu tiga tahun dan selalu direview setiap tahun maupun direvisi pada petengahan tahun. RBB ini disesuaikan dengan visi dan misi serta strategi Bank. Selanjutnya RBB yang telah ditetapkan Bank dikomunikasikan kepada pejabat dan pegawai pada setiap jenjang Organisasi. Pada periode tertentu (triwulanan) Bank memantau kemajuan yang dicapai sehingga hasilnya dapat dipergunakan sebagai evaluasi kinerja Bank.

  8. Risiko Reputasi

    Risiko reputasi adalah risiko yang disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha Perseroan atau persepsi negatif terhadap Bank.
    Untuk mengendalikan risiko reputasi ini, Bank secara terus menerus meningkatkan kualitas pelayanan Nasabah sejalan dengan ketentuan yang berlaku, yaitu mengenai perlindungan nasabah, termasuk menerapkan strategi penggunaan media yang efektif untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya berita negatif.
    Selain itu guna memastikan bahwa setiap keluhan nasabah dapat disampaikan dengan mudah serta ditangani dengan baik dan tepat maka Bank telah membentuk Call Center yang didukung oleh petugas yang berpengalaman. Bank juga melaksanakan mystery shopper yang dilakukan secara berkala untuk memastikan pelayanan kepada Nasabah tetap prima dari waktu ke waktu. Pemantauan dan pengelolaan risiko reputasi diupayakan dengan mengoptimalkan fungsi Sekretaris Perusahaan.

  9. Risiko Kepatuhan

    Risiko Kepatuhan merupakan risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Ketidakmampuan Bank untuk mengikuti dan mematuhi seluruh peraturan perundangan yang terkait dengan kegiatan usahanya dapat berdampak negatif terhadap kelangsungan usaha Bank.

    Dalam mengelola Manajemen Risiko Kepatuhan, upaya peningkatan Budaya Kepatuhan yang terus menerus senantiasa dilakukan melalui program-program antara lain:
    1. Melakukan kaji ulang (review) atas rancangan kebijakan, ketentuan, sistem maupun prosedur internal baru
    2. Sosialisasi/pelatihan melalui regulation update dan in-class training terkait penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT) serta ketentuan baru lainnya.
    3. Melakukan kaji ulang (review) terhadap produk/aktivitas baru.
    4. Memonitor pelaksanaan kepatuhan atas penyampaian laporan-laporan yang harus disampaikan kepada Bank Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.
    5. Pengkinian dan penatausahaan database Peraturan/ketentuan yang berlaku.
    6. Pembuatan Laporan Kepatuhan kepada Bank Indonesia serta untuk pihak internal.
    7. Pemantauan terhadap denda atau sanksi yang diterima dari regulator/pihak eksternal